Kamis, 11 Oktober 2012

MERINAI


Senja di sore hari memang indah. Tapi apakah akan tetap indah jika kumenikmati ini sendiri dengan rasa tak kunjung tentu.? Galau. Lagi tren kayaknya. Tapi aku justru bingung galau itu apa. Dalam defenisiku, galau semacam rasa tak tentu. Setiap kumerasa seperti itu, bilang deh galau. Tapi tak penting. Yang penting itu, sekarang aku benar-benar merasa sepi.

Aku termenung memandang langit yang seolah tersenyum padaku. Binar lengkung pelangi di atas sana seakan menjemputku bak bidadari surga. Haha. Indah yah.? Aku kembali tersenyum dan bertanya pada langit. Sampai kapan kau ‘kan tersenyum padaku? Sampai kapan kau ‘kan menjadi sahabat setiap langkahku.? Maklum, setiap aku galau ya spontan melihat ke langit.

Langit menjadi sandaran ketika ku ingin menangis. Langit juga menjadi pendengar yang baik ketika ku ingin bersorak, menepi termenung, ataupun hanya terdiam bisu. Ya, langit adalah salah satu ciptaan Allah swt yang sepertinya selalu mengerti suasana hatiku. Langit pun tak pernah diam. Bijak tutur yang terdengar darinya selalu memberiku senandung semangat. Pokoknya kalau lihat Langit biru yang membentang menyelimuti bumi ini pengen bilang w0w..
***
21 Juni 2013.
Hari ini aku ingin berjalan-jalan ke beberapa tempat yang telah ku torehkan dalam buku list perjalananku. Rencananya, hari ini aku ingin ke UNM. Aku punya beberapa teman di sana. Lama juga tak menghampiri kampus itu. Tapi apakah teman-teman kecilku masih sering berada di sana.? Seingatku, 1 tahun lamanya tak menyapa mereka.

Melangkahkan kakiku keluar dari rumah memang berat. Selama ini, aku sangat susah mencari teman. Aku juga tak tahu mengapa banyak yang tak menyukaiku.? Apa karena aku jelek.? Ah tida juga. Apa karena aku ini menakutkan.? Tapi aku ini hanya ingin mencari teman. Diusiaku yang terbilang dewasa, aku hanya mendapat sedikit teman di hamparan bumi yang luas ini. Ya, mengingat hal ini membuatku menatap ke langit pagi yang cerah. 

“Langit, menurutmu tak apakah jika aku menyapa temanku di UNM pagi ini?”

Langit hanya tersenyum. Baiklah. Aku memberanikan diri keluar dari pintu yang perlahan berbunyi dengan geseknya berputar membentuk siku-siku. 

Takkkk…
Pintu segera kututup dan tak lupa berdoa kepada Allah swt.

Ya Allah, aku ingin ke UNM. Tuntunlah langkahku agar aku dapat menjadi pelipur kesedihan makhlukmu pagi ini. Aamiin”

Berdoa sebelum melakukan sesuatu membuatku percaya diri. Allah pasti didekatku.
***
Tadaaaaa…..
Sampai juga akhirnya. Lega. Kampus ini belum berubah. Ku pikir sudah bergeser 2 cm. haha. Nah, saatnya mencari teman-teman kecilku yang setiap pagi duduk di sebelah lapangan basket yang bersebranagn dengan parkiran jurusan Matematika. Kalau jam segini sih mereka duduk dengan memasang wajah letih, lesu, lunglai. Lelah banget deh pokoknya. 

Aku perlahan melangkahkan kaki memasuki kampus ini. Beberapa orang menatapku dengan pandangan yang seolah ingin menerkam. Ya Allah.. apa lagi salahku.? Aku tetap berjalan dengan menundukkan wajah beberapa derajat dari sebelumnya. Ingin menghindari pandangan semacam tadi. Sejauh ini, aku berhasil menutup mata dan menganggap semua ‘kan baik-baik saja dengan kedatanganku. 

Desah bisikan seorang yang kulalui mulai terdengar. 

“aduuh,,,, kenapa sih dia mesti datang?”

Lalu aku harus bagaimana dengan ini? Aku menoleh kearahnya dan benar sekali. Dia sedang membicarakanku. Aku merasa sangat sedih. Ingin rasanya aku menangis sekencang mungkin dan berteriak pada semua orang. Mengapa mereka menatap dan melontar untaian kalimat yang begitu menyiksaku? Aku tahu mereka sempurna. Aku tahu mereka memiliki segalanya. Aku juga tahu aku tak seperti mereka. Aku tak sempurna di mata mereka. Aku bukan apa-apa bagi mereka. Bahkan aku tak memunyai segala yang mereka miliki. Tapi apakah aku juga tak dapat merasakan kebahagiaan layaknya mereka yang merasa dunia milik mereka? Apakah aku tak dapat merasa tenang ketika melangkahkan kaki berjalan ke manapun aku mau? Apakah aku tak layak mendapat senyum walau hanya sedetik dari mereka.? 

Aku bahkan tak tahu bagaimana menghadapi itu semua. Mereka menatapku sinis, aku hanya tertunduk. Mereka mencemooh, aku hanya dapat berlalu dan menutup telinga. Tapi mata dan telinga yang tertutup tak menjadi jaminan hatiku juga tertutup oleh luka yang mereka ukir.

Aku sudah menduga sebelumnya. Hal ini yang membuatku begitu ragu. Yang ku tahu, Allah menciptakanku dengan alasan yang pasti. Allah memberiku wujud seperti ini juga dengan alasan. Karena aku hidup bukan sebagai pelengkap beraneka ragam bentuk di dunia ini. Tapi aku ada karena Tuhanku Allah swt. Langit memandangiku dengan sorot matanya yang tajam. Sedih yah melihatku? Kali ini aku mungkin hanya mencoba tegar dihadapan beberapa manusia yang tak senang dengan kehadiranku.

Tahu tidak kalian? Aku diciptakan tanpa tangan, dan tanpa hidung. Aku hidup karena Kekuasaan Allah. Keadaanku yang seperti inikah yang membuat orang-orang melihatku ketakutan? Bahkan melihatku dengan pandangan merendahkan. Hal inikah yang membuat mereka risih dengan kehairanku.? Aku tak henti bertanya dalam hati. Ya. Hanya “ya” yang menjadi jawab atas tanyaku. 

Lalu, apakah aku begitu mengusik mereka? Mengapa tak sedikit dari mereka yang berlari menjauhiku? Tak sedikit dari mereka yang berlindung pada punggung orang lain karena ketakutan padaku. Tak sedikit juga dari mereka yang mendendangkan kekesalan dan penyesalan akan hadirku. 

Kawan, aku juga ciptaan Allah. Dapatkah kalian menerimaku apa adanya.? Aku ingin menjalin persaudaraan. Aku tak pernah iri dengan kesempurnaan kalian. Aku juga tak pernah menyesal ditakdirkan seperti ini. Sampai pada saat kalian yang justru menyesalkan hadirku.
***
Terpuruk, terjatuh, dan sangat terluka. Itulah hal yang kurasakan setiap kali berjalan keluar rumah. Aku harus kuat. Aku sudah biasa diperlakukan seperti ini. Setidaknya aku masih memiliki teman kecil yang mungkin masih berada  di tempat kami bermain dulu. Tangis yang mulai tak tertahankan kini meluap. Aku hanya berharap dapat bertemu temanku dengan cepat dan menceritakan segala hal yang kurasakan. Aku rindu canda tawa mereka. Aku rindu senyum mereka saat melihatku. Aku rindu ketika menari bersama mereka. Aku belajar arti hidup juga dari mereka. 

Mereka hanya anak kecil pencari sesuap nasi dengan menyapu lapangan tiap pagi dari dedaunan pohon yang gugur, sampah yang berserakan akibat ketidakdisiplinan hidup, dan beraneka kotoran yang ada. Mereka melakukan itu demi membantu orangtua mereka. Bersekolah tak dapat mereka rasakan akibat tuntutan kehidupan. Mereka seringkali menceritakan cita-cita mereka. Salah satunya ingin memunyai mobil putih seperti yang terparkir tepat disebelah lapangan tempat dia mencari nafkah. Ada juga yang ingin bersekolah dan berkuliah di jurusan matematika. Setiap hari mereka memandangi hal yang mereka inginkan dan berharap mereka dapat meraihnya dengan kekuatan doa dan kerja keras.

Mereka hanya anak kecil berusia sekitar 7 tahun. Tapi mereka justru jauh lebih dewasa menantang hidup dibandingkan aku yang sudah berusia lebih tua dari mereka. Aku terkadang malu ketika mengeluh dihadapan mereka. Mereka adalah anak-anak kuat yang menyelingi hari mereka dengan tawa lepas yang mereka anggap sebagai cara menikmati hidup. Aku ingin seperti mereka yang mampu tegar menyongsong matahari.
***
Hey… itu mereka. Ya. Aku rasa itu mereka. Aku ingin memeluk mereka dengan sekencang-kencangnya. Bahagia dapat bertemu mereka. Tapi apa mereka juga bahagia melihatku? Atau bahkan sudah melupakanku.? Ah..aku rasa tidak. Mereka anak baik.

Tunggu, mereka ber-4 tampak berbeda. Tak biasanya mereka beralaskan sepatu. Mereka juga menggendong ransel yang dulunya hanya karung sampah. Seragam. Mereka dulu hanya menggunakan baju lusuh dengan beberapa sobekan. Ya, mereka sekarang sudah bersekolah rupanya. Aku turut bahagia kawan. Aku ingin memberi selamat kepada mereka.

Spontan aku berteriak kencang dan memanggil mereka. 

“siska….dinda..andi..farel…”

Mereka menengok ke arahku dan terlihat sangat bahagia. Mereka ternyata masih mengingatku. Tak kusangka reaksi mereka justru lebih antusias. Mereka berlari kearahku. Akupun tak kuasa diam disini. Aku berlari ke arah mereka. Aku terdiam ketika mereka melepaskan seragam merah putih yang mereka kenakan, sepatu hitam, dan ransel mereka. lalu meletakkan dibawah pohon yang agak besar. Mereka kembali berlari dan bersorak akan kehadiranku. 

Aku bahagia. Sangat behagia. Aku memeluk mereka dengan lembut. Kami menari bersama, bercanda gurau, dan saling bercerita. 

“Selamat yah teman-teman. Kalian kini sudah bersekolah. Kejarlah cita-cita kalian. Jadilah manusia yang mulia. Kalian adalah penerus bangsa dan khalifah. Senantiasalah bersyukur”

Aku bangga pada mereka yang tak sombong dengan perubahan yang mereka dapatkan. Mereka dapat bersekolah dan tak lagi menjadi tukang sapu. Ternyata mereka dibiayai oleh seorang pengusaha muda yang selalu memerhatikan kegigihan mereka dalam menatap kehidupan. Mereka juga masih mau bermain denganku. Mereka malah terlihat begitu bahagia.

“Ya Allah, jadikan mereka anak bangsa yang mengharumkan nama negeri ini. Jadikan mereka khalifah yang mengiring para muslim mengabdi memujamu. Jadikan mereka anak yang tetap menjaga semangat mereka dalam menjalani hidup. Jadikan mereka insan yang dapat melalui segala ujianmu”

Merekapun membisikkan pesan padaku yang sangat menyejukkan jiwaku.

Hujan, lama tak bertemu. Kami merindukanmu. Kau selalu menjadi penyegar jiwa dan hati kami. Kau ciptaan Allah yang membawa berkah bagi kehidupan dunia ini. Terimakasih HUJAN”
***

Minggu, 07 Oktober 2012

Hiburan : Alasan Pramuria


Nusantara adalah tempat yang cukup booming di Makassar. Selain berada dekat dari tempat wisata –Pantai Losari dan Benteng Rotterdam- , Pelabuhan Peti Kemas juga terletak di jalan tersebut. Letak Geografis  merupakan salah satu alasan menjadikan Nusantara sebagai tempat hiburan malam. Hiburan malam memang selalu mengantarkan pemikiran kita ke arah negative –kaum hedonism dan kegiatan seksual pranikah- di tempat yang negative pula. Namun bagaimanakah sebenarnya tempat hiburan malam itu? Apa saja kegiatan dunia malam? 

Hiburan Malam adalah salah satu elemen kehidupan yang menghinggapi beberapa profesi. Hiburan malam dapat diartikan dengan hiburan semata, hiburan di malam hari, kegiatan malam yang kadang menjadi hiburan, ataupun dengan kategori  hiburan yang berbeda pula. Hiburan dalam batasan etika ataupun hiburan yang sudah diluar norma kehidupan. 

Pramuria –karyawati kelab malam yang bertugas melayani dan menemani tamu- sangat dekat dengan kehidupan malam. Mereka menjadikan Pramuria sebagai profesi dengan latar belakang yang berbeda dan tingkatan tugas yang berbeda pula. Pramuria yang  menemani para tamu sebatas duduk dan berbincang ataupun Pramuria pada tingkatan lebih tinggi lagi –menemani tamu tak sekadar duduk bahkan tidur-menjadikan profesi ini juga memiliki sekat. Terdapat perbedaan dari banyak segi –pekerjaan,tempat bekerja, juga gaji-dari Pramuria tersebut.

Berdasar hasil Investigasi tim Laput di jalan Nusantara II (6/10) sekitar pukul 24.00, diketahui bahwa Pramunia dibedakan menjadi tiga bagian ditinjau dari tempat bekerja. Pramunia yang bekerja di tempat karaoke, di cafĂ© (club malam), dan di kios-kios sepanjang jalan. Perbedaan tempat kerja juga membuat perbedaan pada pekerjaan Pramuria. Menemani duduk dan melayani adalah tugas Pramuria karaoke dan kios-kios. Sedangkan pramunia yang multifungsi adalah pekerjaan di clubhouse. Sebagaimana uraian pendapat salah seorang konsumen hiburan sejati yang tak ingin disebutkan namanya, “Karaoke khusus melayani tamu yang minum. Kalau yang di bar, ada 2 faktor yang ingin dibicarakan. Yang pertama melayani minum. Yang kedua kita layani dalam artian lain juga”.

Tempat kerja yang berbeda, pekerjaan yang berbeda, tentu gaji yang berbeda pula. Ada yang mendapatkan gaji Rp20.000 perjam untuk Pramuria yang bekerja di tempat karaoke. Salah seorang pramuria mengungkapkan, “Saya dulu 1 jam 20.000. beda dengan tempat-tempat lain yang langsung dipake itu. Beda karaoke dan cafe”. Sedangkan para Pramunia kios-kios mendapatkan gaji perhari tergantung dari pemasukan pada hari itu juga. Salah aeorang pemilik kios mengatakan, “Terkait masalah honor tergantung hitungan perhari”. Lain pula halnya dengan Pramuria di clubhouse yang permalam tergantung dari kesepakatan konsumen.

Berdirinya tempat-tempat hiburan di Nusantara sekitar 50 tahun yang lalu. Tempat hiburan malam ini berdiri berdasar pada alasan banyaknya pengangguran dan anak putus sekolah. Ijazah yang menjadi prasyarat kerja yang layak tidak mereka miliki. Pramuria menjadi alternative bagi mereka. Semakin pesatnya sumber daya menusia dengan kualitas seperti itulah yang membuat tempat-tempat hiburan malam berkembang pesat. Salah seorang konsumen setia selama 50 tahun mengatakan, “Sejarahnya, anak-anak yang pengangguran itu istilahnya ndada dasar yah. Mau kerja di kantor perlu ijazah. Beda dengan tempat karaoke yang tidak menggunakan ijazah”

Ketika tim investigasi menanyakan latar belakang dari seorang pramuria karaoke, dia menjawab :Namanya manusia senang hiburan. Nusantara ini tempat hiburan. Saya begini sebagai hiburan”. Selain alasan perekonomian, tuntutan pekerjaan, ternyata Pramuria juga dianggap sebagai hiburan semata. 

Tempat hiburan malam juga kerap kali mendapat penggerebekan dari pihak kepolisian. Penggerebekan benda tajam, narkoba, dan tindak kekerasan. Pihak kepolisian yang sedang melakukan tugas ketika dimintai pendapat, berkata “Polisi hanya menjaga keamanan.  Keamanan dalam hal benda tajam, narkoba, dan perkelahian”. (*)