Senin, 02 Juli 2012

Lintasan itu Melihatmu

bremmmm.....

A: kemana kita sekarang?
N: hm.. ke Miniatur Revolusi (sebutan untuk tempat yang menyatukan kami) aja.
E : yaya.. tapi apa tidak terlalu malam? sekarang pukul 22.13.
A: mungkin tidak.
Percakapan singkat kami bermula sepulang mencari kesenangan sejenak malam tadi. Malam yang menjumpai kami dengan iringan angin yang begitu tenang seakan menerbangkan khayal takjub untuk tempat kami berpijak. Bola berwarna-warni dengan sorotan sinarnya sesekali membuat kami silau. Terbilang banyak yang berkunjung ke tempat ini. Tempat ini hanya satu tapi seakan beralih jumlah seirama jumlah pengunjung di tempat ini. Ya, tempat ini bagai milik pribadi dan sangat jarang tegur sapa bahkan senyum yang terlontar satu sama lain.

kami juga ikut menikmati malam dengan beberapa hal yang berbeda. Kami mengawali langkah dengan senyum dan acap kali menyapa penghuni sementara lainnya. ada yang tersenyum indah pada kami, ada yang tersenyum dengan sedikit memaksa -untuk menghargai mungkin-, ada yang menunduk saat kami menyapa. ada yang menoleh kiri dan kanan tanpa melihat kami yang telah berdiri lama dihadapnya. jenis gambaran wajah itu membuat kami terdiam dan tertawa. hahaha...mereka lucu.

***

Tak terasa dentingan detik kini menggenapkan angka yang tadinya 22.59 menjadi 23.00. Kamipun sampai pada tujuan selanjutnya-Miniatur Revolusi-dengan sedikit bingkisan buah untuk beberapa kawan kami. Miniatur Revolusi ini bak rumah mewah yang sungguh lapang ketika menginjakkan kaki ke dalamnya. Tentram, sejuk, damai, dan bahagia. Penggambaran yang sedikit dilebihkan. Hehe.. Kedatangan kami yang diiringi dingin malam disambut dengan atmosfer yang terasa hangat. Pemanis senyum itu meringankan langkah kami memasuki tempat peradaban ini. Miniatur Revolusi juga kami sebut dengan Wadah Keramat. haha..agak sedikit aneh kedengarannya. Wadah yang menampung beberapa elemen dari sumber yang berbeda dan terasa dekat dihati masing-masing elemennya. ya, keramat.

***

aku tertuju pada suatu lintasan yang wajib hukumnya kulewati setiap kuberada dalam Miniatur Revolusi ini. Malam ini, sungguh berbeda. Entahlah. apakah karena ini sudah larut malam? akupun tak tahu. Aku berhenti sejenak memantapkan hati untuk melangkah pada lintasan kecil itu. seorang teman kemudian menepuk Pundakku lalu berjalan cukup cepat pada lintasan itu. aku melihatnya. aku memerhatikan cara dia melintas. sekejap dia terhenti tepat di seberang. dia menoleh ke kanan. tersenyum, lalu berbalik arah dan kembali memberi senyum untukku. apa yang dia lihat disana.? 

Aku memberanikan diri berjalan. Ya, aku dapat melakukannya. Keraguan tadi sirna dengan cepat. Mungkin karena melihat temanku tadi. Langkah demi langkah tertancap dengan pasti. Sampai pada saatnya lintasan itu membawaku padanya. Dia.. Dia yang sedang menyaksikan mimpinya dalam tidur. Aku terhenti pada satu titik dan menoleh ke arahnya. aku menatapnya sambil tersenyum dalam hati. tak tahu juga jika senyum itu ternyata tergambar pada raut wajahku. Senyumku turut menghantarkannya dalam lelap. Senyumku juga turut mengiringi doa yang terkirim untuknya malam ini. "Semoga dia baik-baik saja. Selamat tidur" desir hatiku berkata demikian. Aku tak sadar. ternyata cukup lama aku berdiri di sini. aku segera berbalik arah dan kembali berkumpul bersama teman-temanku yang sedang asyik mendiskusikan beberapa topik yang kuanggap penting. Agama, pengalaman, dan berbagi beberapa cerita yang menggelikan.

***

Perbincangan 6 kepala membuat waktu seakan berjalan begitu cepat tanpa kami sadari. berbagi memang menyenangkan. termasuk berbagi pendapat, pengalaman, dan pengetahuan melalui tutur kata yang khas dari masing-masing kami. Waktu bergulir dan kami seakan melupakan kodrat detik yang ternyata telah berjalan 7200 kali sejak kami tiba. wow. pukul 01.00 dini hari.

Kami bergegas untuk kembali ke Rumah. Namun sebelumnya, aku kembali pada lintasan itu tanpa sepengetahuan teman-temanku. aku kembali melihatnya dan berkata "aku pulang dulu yah.. sampai jumpa pada takdir selanjutnya". tentu tetap kukatakan dalam hati. Lamunanku menatapnya sekejap terhenti ketika namaku diteriakkan. ya, pertanda kami harus segera pulang.

Aku mempercepat langkah dan kembali berpamitan kepada teman-temanku yang lainnya. 01:20 aku sampai di Rumah. Sejenak kumerenung untuk hari ini. Merenungkan segala khilaf yang kuperbuat, merenungkan segala harap yang tertunda, dan merenungkan pencapaian yang masih memerlukan penyempurnaan dalam esok. Tapi, satu yang pasti. Hari ini, Lintasan itu Melihatmu.

Ketika Untaian Janji tak dapat ter-Realisasi


"aku janji akan mengerjakan tugas ini bersamamu pukul 14.15 nanti"
"aku janji Ayah, aku akan menjadi anak yang senantiasa membanggakanmu"
"Ibu, aku janji akan menjadi anak yang selalu mengukir senyum di wajahmu"
"aku berjanji untuk menunggumu di tempat kenangan kita"
"aku janji hanya kamu dihatiku"
"aku akan menikahiimu, aku janji"
"Kami menjamin kualitas barang kami ini ibu, kami akan memberikan potongan harga 50% untuk 3 pembeli pertama. itu janji perusahaan kami"
"Aku Janji ya ALLAH, memberikan seluruh gaji pertamaku untuk anak yatim di Panti Asuhan itu"

Janji. Rentetan kata dengan susunan kalimat yang kadang terdengar indah. Indah dan seketika dapat menjadi mantra bagi pendengarnya. Mantra penenang bagi jiwa-jiwa yang gelisah, mantra kedamaian bagi hasrat yang terusik, dan mantra keselamatan bagi para pengobral janji. Lalu, kenapa tercipta kata janji?

Janji terkadang membuat hati terbuai dan menjadi sejuk seketika. Kodrat manusia yang senang akan pujian tanpa penggolongan-entah kejujuran ataupun dusta-peringkatnya tersaingi oleh ketentraman janji yang terurai merdu dari sang pemberi janji. Janji memang memiliki kekuatan yang dahsyat. Kekuatan yang disalurkan pada berbagai sisi kehidupan. Lalu, Apa bukti nyata kekuatan janji?

Mengenai penciptaan Janji-ucapan dan kalimat yang terurai-sama halnya dengan penciptaan kemampuan bagi setiap insan dalam bertutur. Mengapa demikian? ya, janji hanyalah sebuah penggolongan atas berbagai kalimat yang terlontar dari lisan. Pertanyaan itu kalimat tanya dari penanya. Perintah itu kalimat perintah dari pemerintah. Lalu bagaimana dengan janji? sama halnya dengan beberapa jenis kalimat lainnya. Janji adalah kalimat yang dihaturkan penjanji dalam suatu perjanjian.

Makna kalimat janji memiliki kekuatan yang lebih dominan dalam meyakinkan dibandingkan dengan kalimat-kalimat bisanya. Janji selalu dibutuhkan dalam meneruskan lukisan sejarah dengan pasti. Pernahkah anda berjanji,? ataupun diberikan janji dari seseorang,? pernahkah anda menantikan janji,? ataukah bagaimana anda menunggu realisasi suatu janji.? Beberapa pertanyaan tadi menghantarkan kita pada posisi janji yang kita tempatkan dalam ruang hati dan bagaimana kita memegang pengaruh janji terhadap keberlangsungan hidup harmoni.

Janji.
Beberapa tahun, belasan tahun, puluhan tahun, atau bahkan ratusan tahun perjalanan kisah kecil kita, janji pernah turut hadir mengiringi itu semua. hadir dengan intensitas yang tinggi ataupun hanya sesekali, hadir sebagai kepemilikan pribadi-janji yang kita lontarkan-ataupun janji hadir sebagai wujud penantian untuk kita. Itu semua hanya pribadi yang mengerti. Tapi, dalam hal ini janji senantiasa membawa cerita yang terkisah jelas dalam catatan kehidupan.

Berjanji. 
Setiap manusia takkan luput dari kata janji. seorang dikatakan berjanji bukan hanya ketika kalimat yang ia katakan mengandung kata "janji". contohnya, "aku berjanji akan ke rumahmu malam ini," "aku akan ke rumahmu malam ini." perbedaan kedua kalimat tadi hanya pada penggunaan kata "janji." Lalu, apakah ada perbedan makna dari kedua kalimat tersebut.? Pada hakekatnya tidak. Kalimat kedua masih mengandung makna janji. Tapi, terdapat perbedaan dari kekuatan kalimat itu sendiri. 
contohnya,
    A: aku akan mengajarimu besok
    B: janji??
    A: ya, aku janji.
Seringkali kita melakukan percakapan serupa. mengapa kita harus menegaskan dan mempertanyakan "janji" itu? padahal, makna "aku akan mengajarimu besok" mengandung janji. Hal ini memberikan bukti bahwa kata "janji" memiliki pengaruh besar dalam keyakinan akan suatu hal. Selain itu, hal ini juga membuktikan bahwa kita membutuhkan kata "janji" untuk meyakinkan kita.

Mendengarkan Janji.
Ketika kodratnya ada yang berjanji, tentu akan ada yang mendengarkan janji. terlepas dari itu, mendengarkan janji apakah hanya mendengarkan deret kalimat janji dari orang lain? atau menanti dan menyimpan janji itu dalam hati.? sekali lagi, hanya pribadi yang tahu. Terkadang, ada beberapa tipe manusia yang tak peka akan janji atau justru sangat memegang ke-sakral-an dari sebuah janji. bagi pendengar, Janji dapat diletakkan pada ruang-ruang hati yang berbeda. ada yang memroses janji yang didengarnya oleh pikiran terlebih dahulu, setelah itu dikelompokkan dalam kamar hati-golongan penting dan tidak-. Ada juga yang langsung menempatkan janji pada kamar hati yang diberi label "sakral" atau sebagainya. Intinya hanya satu, ketika kita memberi label pada janji yang kita dengarkan dari seseorang, kita juga harus menerima dan menyadari itu adalah pilihan kita. efek dari pencapaian ataupun janji yang terabaikan terletak dari pendengar janji itu sendiri. Pendengar janji yang bijak adalah yang mampu mengatasi masalah hati terhadap janji yang ia dengarkan.

Proses Penantian Janji. 
Penantian sebuah janji terkesan sedikit ekstrim. Penantian ini akan dialami oleh pendengar janji yang menempatkan posisi penting untuk janji yang ia nanti. Penantian merupakan harapan terhadap janji. Lalu, apa yang kita lakukan dalam proses itu.? Faktanya adalah, yang menanti adalah pendengar dan yang merealisasikan adalah penjanji. Kunci berada pada penjanji tadi. Apakah janji yang ia lontarkan akan ia tepati atau justru sebaliknya.? Penantian juga bisa terjadi ketika janji terletak pada tingkat yang sedikit lebih tinggi. Maksudnya, ketika komitmen dan kesepakatan dalam penantian juga terjalin dalam suatu janji. Intinya adalah, Ketika kita memilih menanti, kita harus siap akan ujung jalan yang hendak kita jumpai pada penantian tersebut.

Lalu, Bahaimana Ketika Untaian Janji tak ter-Realisasi?
Realisasi suatu janji kadang terhambat ataupun terhenti. Tak jarang pula janji terealisasi dengan baik.Tak dapat terealisasi berbeda halnya dengan tak terealisasi. ketika untaian janji tak terealisasi, tentu bagi pendengar janji yang telah menanti akan terasa sangat pedih. Mengapa demikian.? Karena janji yang tak terealisasi sebagian besar karena kepedulian yang minim dari penjanji akan janjinya. Adapun yang memaklumi adalah pendengar dalam kategori bijak. Perih ketika penantian berujung dusta itu manusiawi. tapi mengikhlaskan itu semua jauh lebih indah. Lalu, apa bedanya dengan tak dapat terealisasi.? Bedanya itu, ketika ada unsur yang membuat suatu janji gugur dengan sendirinya. Terdapat poin-poin kecil yang justru berdampak besar bagi janji yang telah terlontar dan telah dinantikan sekalipun. Ketika itu terjadi, kita memang harus bersikap bijak menghadapinya. Elok laku, tutur, dan pandangan dalam menyadari gugurnya sebuah janji harus diindahkan oleh masing-masing pihak terkait.

Manusia hanya dapat merencanakan. Sejalan dengan itu, manusia juga hanya dapat berjanji. Realisasi membutuhkan usaha. Namun, wujud nyata dari janji masih menjadi masa akan datang yang penuh misteri. Hanya ALLAH yang tahu. 

Ada satu Janji yang akan selalu terwujud. Ada satu janji yang semestinya dipegang teguh oleh setiap manusia. Janji yang hakekatnya membawa kedamaian abadi, ketenangan yang kekal ketika kita menantikan dengan penuh usaha dan kerja keras. Janji itu semata-mata adalah janji ALLAH swt kepada hamba-hambanya yang beriman dan beramal shaleh.